Wednesday, January 29, 2014

Kepada Beruang - Samson



Norman Edwin dan Didiek Samsu

Tentang Mereka…
Tak kugubris pernah atau tak pernah
Merenda asa dan bernyanyi di tebing cadas
Mencium puncak dan menyapu riaknya jeram
Merambah kelam perut bumi
Atau bahkan, umbar celoteh dengan mereka
Tapi, aku tahu…
Tentang si Beruang Gunung, Norman Edwin
Tentang si Samson, Didiek Samsu
Semua kubaca karya dan tentang mereka
Tentang suka duka kala mencumbui bebasnya alam
Kini, tak kan ada lagi tembang celoteh mereka
Mereka ‘tlah direngkuh dalam peluk-Nya, di kebekuan Aconcagua
Aku sedih, semua berduka, kami pun berdoa
Tertunduk mengiring kepergian mereka
Semoga di sisi-Nya, mereka damai tenang
Semangat dan jiwa kebersamaan tetaplah kenangan
Tak pudar bagai putih salju di puncak abadi
Aku, kami yang tertinggal, kan selalu berusaha, tetap kibarkan panji kita,
Panji Pecinta Alam…
[Palembang 2002, Ganezh]

Tuesday, January 28, 2014

Mendakilah TAPI JANGAN Cari MATI

foto from Google
Mendaki gunung itu memang menyenangkan, tapi kalau ”banyak yang mati” itu sangat menyedihkan. Demam mendaki ramai lagi di kalangan anak muda sekarang. Entah sekedar ikut trend atau memang panggilan hati. Kini semua orang bisa mendaki gunung, tapi [sayang] tak semuanya bisa pulang dengan selamat.
Jangan jejali otak kita dengan pendapat subyektif orang yang ngawur tentang sebuah gunung. Ingatlah! Mereka beruntung tapi belum tentu dengan kita. Mereka merasa gampang mendakinya, tapi belum tentu dengan kita. Sebab kita memang punya pengetahuan dan persiapan yang berbeda, sekaligus takdir masing-masing. Jangan termakan istilah,”gunung mudah, gunung wisata, gunung pendek, anak kecil aja bisa mendakinya, dll” atau pendapat ngawur yang memberikan penilaian sepihak.

Saturday, January 25, 2014

Coming Soon!


Judul: 13th Day [Srikandi Survivor]  
Genre: Novel Petualangan Survival
ISBN: 000-000-000-0
Author: Ganezh
Penerbit: [Masih cari jodoh]
Dimensi: 00 x 00 cm, 300 hlm [plus!]

SINOPSIS:
Kikan bukan traveler, mapala, apa lagi gadis petualang. Ia hanya gadis biasa yang sedang bepergian, tapi musibah datang, merubahnya menjadi seorang survivor. Beruntung dia bertemu Alang, rekan seperjalanan yang kebetulan anggota mapala. Namun, korban mulai berjatuhan satu persatu. Alang pun mengalami cidera. Sementara Kikan harus bertahan dengan segala ketidaktahuannya. Harus memperjuangkan hidupnya di tengah hutan belantara... 

"Diinspirasi dari kisah nyata!"
 

"Musibah survival itu bukan pilihan. Tapi kita tak bisa menolak, ketika takdir berkehendak. Semua bergantung dengan kesiapan kita sendiri!" 

Ludah Kembara Kecil


Ludah Kembara Kecil

Judul: Ludah Kembara Kecil
Genre: Antologi Puisi Perjalanan
Author: Ganezh
Penerbit: Self Publishing
Cetakan: I (2005) dan II (2006)


Ludah tak selalu diartikan sebagai cairan mulut yang menjijikan. Karena di sini ludah adalah ludah kata ketulusan. Kadang berisi nasehat, memohon, ratapan, menangis, memuji, merayu bahkan mencaci-maki.

Kembara Kecil adalah pengelana atau petualang ‘bau kencur’ yang ‘cetek’ pengalamannya. Entah berpetualang di alam bebas, cinta atau kehidupan.

Ludah Kembara Kecil adalah antologi celoteh [atau puisi?] yang lahir dari perjalanan pribadi, perjalanan para sahabat dan perjalananan orang-orang di sekitar.

Jejak Sang Beruang Gunung


 Genre     : Biografi Tokoh Petualang
 ISBN      : 979-763-190-7Author: Ganezh
 Penerbit: Andi Offset - Jogjakarta
 Dimensi : 12 x 19cm, 298 hlm
 Cetakan : I (2006), Cetakan II (2007)


Gua akan terus berjalan dan lo masih tertarik, 
lo pasti akan senang mendengar cerita-cerita gua.  
Karena gua sering cerita,  orang-orang akan merasa akrab dan tiba saatnya gua mati, gantian orang-orang yang akan cerita tentang gua!
(Norman Edwin)

SINOPSIS:
Siang itu, 20 Maret 1992, langit tampak mendung serta angin beku berhembus. Di hamparan salju putih Aconcagua, di ketinggian 6.700 mdpl. Tampak sosok tubuh tinggi besar berambut gondrong, sedang berjuang melintasi tanjakan kemiringan 40 derajat. Tak lain itu sosok Norman Edwin, sang Beruang Gunung Indonesia yang berambisi mendaki Puncak Tujuh Benua. Sekali lagi, kapas esnya menghujami salju beku. Lalu merayap, dan bertumpu di ujung kapak es yang membenami salju. Sementara kebekuan dan keletihan terus mendera. Sengatan nyeri frostbite di ruas jari tengah beberapa hari lalu terus menyiksa. Namun tekadnya sudah bulat. Ingin mengibarkan Merah Putih dan panji Mapala UI di puncak tertinggi Amerika Selatan itu. "Ya, puncak Aconcagua tinggal 200 meter lagi!" Semangatnya dalam hati.

Thursday, January 23, 2014

RINDU PENDAKIAN

Aku rindu beban di pundak
Memar bahu dicengkeram ransel
Aku rindu deru nafas
Di saat langkah dijerat medan
Aku rindu mandi peluh
Di saat raga didera alam
Aku rindu gigil menari
Di saat angin beku menggigit kulit
Aku rindu gelisah tanya
Ketika gundah menjelang puncak
Aku rindu tawa bersama
Ketika bersama memangkas aral
Aku rindu jabat erat
Ketika bersama mencium puncak
[Ganezh/ LKK/ September 1998]

SANG KEMBARA

Nyatanya...
Kembaraanku belum selesai
Menala harapan tujuan
Mentariku masih tertawa
Terik menikam jiwa
Hujan badai pun masih bahana
Menjilati nurani
Langkah lunglai tertatih
Tetap pasti meski sejengkal
Esok adalah mimpi
Kubenahi lagi asa yang terserak
Kurajut lagi meski perca
Meski nyata kembaraanku memang belum selesai...
[Ganezh/LKK/2005]

KEPADA PARA PENDAKI GUNUNG

Antologi Puisi Perjalanan
Naik turun gunung
Menyeruak rimba lebat
Lalu mencium puncak
Merayap di tebing-tebing cadas
Runcing nan tinggi
Masuk ke perut bumi
Gelap dan beku
Menari jemari gejolak sungai-sungai
Membanting menenggelamkan
Lalu apa yang dicari?
Ketenangan… kedamaian… kebersamaan…
Kedewasaan… kehebatan…kejantanan…
Atau… mensyukuri kebesaran Tuhan
Atau… malah menjemput kematian?
Apakah semua ada di sana?
[Ludah Kembara Kecil/Ganezh/Puncak Gunung/1992]

EDELWEISS

Baumu tak seharum melati
Mahkotamu tak seindah mawar
Warnamu tak secerah anggrek
Pesonamu tak secantik bunga bonsai
Hanya kurus ramping warna kuning gading
Sederhanamu tetaplah anggun
Kaulah bunga di puncak sunyi
Lambang cinta abadi
Tak gampang ‘tuk mencium membelai sederhanamu
Kaulah bunga abadi dari puncak tinggi
Andai kau dijaga abadi
Dan senyum polosmu menyapa para pendaki
Memohon agar tetap lestari…
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Singgalang/1992]

MAMPU

Keindahan alam,
Mampu kurangi beban otakmu
Kemilau sunrise,
Mampu hilangkan lelahmu
Jingga sunset,
Mampu serpihkan penatmu
Setangkai edelweis yang kau petik
Mampu membuka topengmu
Janganlah berdusta
Tanyalah edelweis yang tahu tentang kemunafikan….
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Singgalang - Nopember 1992]

ADA APA?

Ada apa di puncak sana?
Aku bertanya pada batu, pada semak atau pada langit
Sementara langkah makin lelah
Udara tipis selimut kabut
Dingin menggigit tenaga kupacu
Memenuhi rongga syarafku
Gerakkan kakiku tuk tetap melangkah
Dan aku bertanya lagi…
Ada apa di puncak sana?
Tak ada ada juga jawaban
Hanya sayup-sayup bayang mendesir
Lewat angin lembah di sela-sela hasrat yang kian menjerat…
[Ganezh/Puncak Gunung/1993]

KEMBALI KE ALAM BEBAS

Pergilah ke alam bebas
Selama angin lembah meniupkan keinginan
dan mentari menyinari puncak-puncak

Pergilah ke alam bebas
Selama rimba menyisakan senyuman ‘tuk mengupas belenggu hasrat
Bebaskan jiwa dari kepenatan
Menyeruak lembah-lembah berlari ke padang hijau

Pergilah ke alam bebas
Selama cadas-cadas menghias biru langit cakrawala
dan menyisakan celah ‘tuk menari di dinding cadas

Pergilah ke alam bebas
Selama sungai-sungai mengalirkan jiwa yang bergejolak

Pergilah ke alam bebas
Selama gundah melanda jiwa bekukan pikir
Kau kan kembali ke alam bebas
Selama alam menyisakan rindu
Meraih keagungan sepi yang patut direnungi…
[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/Puncak Kaba/1994]

NIAT

Kabut di lembah ini
Merangkak di lereng gunung
Datang angin beku
Dipacunya lalu
Anak manusia dengan niatnya
Bajunya, rambutnya, peralatannya
Tertatih pelan mendaki
Ransel menggayuti pundak
Terjerat hasrat ‘tuk kibarkan panji di puncak
[Ganezh/Puncak Kaba/1994]

NYAMAN DI SINI

Nyaman di sini
Di puncak gunung
Bersama edelweis, cantigi dan cadas
Biarkan peluh lelah tenggelam bersama indahnya sunset
Nyaman di sini
Di puncak gunung
Bersama rekan, tenda dan api unggun
Biar menggigil kedinginan
Nanti hilang bersama terbitnya sunrise
Nyamannya di sini di puncak ini
Dalam keheningan
Menyatukan asa dan rasa
Pada alam semesta ciptaan-Nya tiada tara…
[Ganezh/ Puncak Dempo/1995]

DI PUNCAK I

Kini aku tercenung
Duduk di atas batu
Di tepi kawah ini
Kulempar jauh pandangan
Ke lembah, kawah dan jurang
Kudengar desir angin memelukku hanyut
Dalam beku yang patut direnungi
Menyatukan rasa di puncak impian
[Ganezh/Kawah Merapi/Dempo/1995]

API UNGGUN

Gemeretak apilah jilati dahan
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Berkilau pancarkan terang
Menjilat, menari girang
Nyala api tampak curai
Hanya satu hasrat ingin dicapai
Puncak nan tinggi dan suci…
[Ganezh/ Puncak Dempo/ 1995]

KEMBARA

Kala jemari bulan perak
Melumat wajah lamunan
Ingatkan senyuman baiduri
Melibas gumpalan bahala
Kala merambah buana
Kembara muda ingatlah sadar
Seberapa jauh kau telah melangkah…

[Bukit Serelo - Maret, 2001]

GUNUNGKU

Di gunung ini nyatalah orang-orang
yang bergegas melepas penat
Laksana memahat sejuta gundah
dan selalu pasrah pada kenyataan

Gunung ini bukan lagi persinggahan
dari gemuruhnya jiwa para pelestari alam
Gunung ini hanyalah pelampiasan
Keegoisan, kemunafikan atau juga ketololan
Hingga makin langka yang perduli
atau yang melindungi

Gunungku…
Menjeritlah, muntahkan murkamu
Jika tangismu lewat gersang ranting pohon terkulai tak didengar
Jika isakmu lewat luruhnya tanah tak di gubris
Mereka juga masih tertawa
Tamparlah otak sadar mereka
Dengan gemuruhmu
Dengan hujan abumu
Dengan ludah panasmu
Jika itu satu-satunya cara ‘tuk melumat segala kepongahan
Serta keserakahan mereka…

[Ludah Kembara Kecil/ Puncak-Puncak Gunung/ 6-4-2001]

PENGEMBARA BIJAK

Pengembara itu...
Tak kan cerita tentang berapa puncak yang ia daki
Tak kan cerita seberapa jauh melangkah
Tak kan cerita berapa dalam pengarungan jeram
Tak kan cerita berapa tinggi tebing yang dijalarinya
Tak akan bercerita berapa lama ia menjelajah
Melainkan cerita tentang pesan dari sebuah perjalanan

Pengembara itu...
Tak akan cerita tentang ketololan
Tapi tentang sebuah kesalahan dan kegagalan
Agar dia dan rekannya tak mengulangi kesalahan yang sama
Tak akan bercerita tentang kepongahan
Melainkan cerita keberhasilan sebagai bonus perjalanan
Selalu berbagi kebenaran, bukan cerita bualan

Pengembara Bijak memang...
Ramah, tapi tidak murahan.
Menjaga setia, meski banyak cinta.
Jago, bukan sok jago.
Menjaga jiwa dan hatinya.
Menjaga kebersamaan dan kesetiakawanan.
Kejujuran adalah nafas bagi Pengembara Bijak dalam melanjutkan pengembaraannya.

[Ganezh/ Jogjakarta/ 11052013]

PENGKIBLAT NEGERI

Ludahnya tawarkan kebijakan
Membasahi asa para jelata ini
Dongengkan kemakmuran
Lidahnya manis, mengatur, memutuskan, mengesahkan:
Ini harus gini...
Itu harus gitu...
Tak perduli bagaimana para jelata ini
Sekarat dalam kubangan ludah mematikan
Telah menggantungkan asa pada lidah-lidah kemunafikan
Ludah-lidah para pengkiblat negeri ini...

[Ludah Kembara Kecil / 2003]
 

API HATI

Oh, langit dan matahari
Oh, bulan dan bintang
Akankah hati ini selalu diselubungi jelaga hitam
Karena naiknya harga-harga
Mampukah kita bertahan pada jubah hati dan pikiran
Jika hati kini adalah api
Jika pikiran kini adalah kelam
Oh, para pengkiblat negeri
Sebenarnya siapa yang kau wakili
Hanya ambisi diri atau para jelata ini...

[Ludah Kembara Kecil/ Ganezh/ 2003]

MERAH PUTIHKU


Berkibarlah benderaku...
Dideru angin-angin nusantara
Tamparlah jiwa-jiwa para pengkiblat negeri ini
Dengan merahmu...
Agar tegas menghadapi intervensi negara asing
Agar berani mejawab provokasi negara asing
Agar seberani pahlawan-pahlawanmu tempo dulu
Dalam mengusir penjajah
Dalam merebut kemerdekaan
Dalam mempertahankan bumi pertiwi

Berkibarlah benderaku...
Dideru angin-angin pelosok negeri
Tamparlah jiwa-jiwa pengkiblat negeri ini
Dengan putihmu...
Agar tulus suci menjunjung tinggi kejujuran
Agar tulus suci dalam menegakkan keadilan
Agar tulus suci dalam memberantas korupsi
Setulus hati para wali
Agar lebih perduli terhadap negeri ini...

Berkibarlah benderaku...
Tamparlah hati sanubari kami
Agar lebih mencintai bumi pertiwi...

[Ganezh/ 17 Agustus 2010]

JANGAN JATUHKAN AIR MATAMU, BUNDA...

Tanpa keluh kesah...
Tanpa raut kesedihan...Apa lagi isak tangis, hanya getar bibir yang berkata
Namun dua titik bening dikedua matamu seakan berteriak lantang
Jika hatimu memang sedang gelisah dan sedih
Bunda... ketabahan & kesabaranmulah semangatku
Jangan jatuhkan airmatamu andai bisa...
dan ingin kuhapus tangismu dengan baktiku...
... ...
Amien...

[Ganezh/ 22 Desember 2011]

10 NOVEMBER...

Mungkin bukan AK, bukan pula Bazooka
Mungkin bukan Mauser, bukan pula Dragunov
Mungkin bukan Revolver, bukan pula Magnum
Mungkin hanya ketapel, arit atau bambu runcing
Namun tanpa ragu kau melangkah dalam menyongsong para penjajah
Hingga darah tumpah membasah...
Semangat tetap membara meski rekan & saudara tlah jatuh tersimbah
Hanya satu niat dalam jiwa mengusir jauh para penjajah dari bumi nusantara...

Kini, ketika semua telah diraih...
Ketika kemerdekaan itu di dapat, bukan berarti segera kau raih nikmat
Meski di kemejamu berpuluh gelar & pangkat memberat
Ternyata kau masih terus berjuang untuk hidup dalam kelayakan

Ingatlah! Karena jasa mereka negeri ini merdeka...
Lalu, jadilah kita pejabat berpangkat, pengusaha atau konglomerat
Bisa jadi seperti apa pun yang kita inginkan
Sementara mereka tetaplah pejuang dari dulu hingga sekarang...

Ingatlah! Dalam rejekimu itu ada keringat, air mata, bahkan darah perjuangan mereka
Sadarilah, tanpa mereka kita bukanlah apa-apa
Jangan hanya bintang, piagam, gelar atau pangkat kehormatan
Apa lagi segelas air mineral & nasi bungkus yang dimakan di emperan
Karena mereka juga berhak menikmati hasil perjuangan

Mengingat bukan hanya sebatas mengenang
Menghargai bukan sebatas slogan simpati kenangan
Tapi beri empati, perhatian, penghormatan & kelayakan
Sehingga mereka ikut bangga ketika kita sebut PAHLAWAN...

[ganezh/10112011]

BLACK MONDAY

Dengan ketulusan mereka membelah samudera
Membelah gulita malam
Dengan kegigihan mereka berjuang
Demi saudara di perbatasan
Gaza yang kelam lunglai

Dan para pencabut nyawa pun menghadang
Melontarkan baja-baja panas
Mengayunkan tongkat-tongkat keras
Darah pun tersimbah
Nyawa pun melayang
... sebelum mereka sampai tujuan

Yaa Allah, Yaa Tuhanku
Hamba tak pernah meragukan segala ciptaan-MU
Hamba tak pernah menistakan mahkluk-mahkluk ciptaan-Mu
Lintah, Bakteri, Nyamuk, Anjing, Babi, Ular, semua ada manfaat bagi yang lainnnya
Tapi kalau boleh aku bertanya Yaa Allah...
Mengapa kau ciptakan manusia-manusia Israel?
Apa faedah mereka hidup di jagat ini?
Darah mereka hanya mengalirkan darah kebencian
Otak mereka hanya menebarkan kelicikan
Otot mereka hanya untuk mengayunkan pemukul dan menarik pelatuk senjata
Nafsu mereka melebihi nafsu para Ifrit!

Apa mereka hanya bisa...
Merampas tumpah darah bangsa orang lain?
Menganiaya serta menindas Palestina?
Menembaki para relawan kemanusiaan?
Untuk semua itukah Kau menciptakan mereka Yaa Allah?
Yaa Allah, mohon ampun jika hamba ini lancang bertanya...

Yaa Allah Yaa Tuhan-ku
Engkau Maha Mengetahui
Engkau Maha Mengerti
Di sana saudara Palestinaku menantikan jemari mukjizat-Mu, Yaa Allah...

Tribute to: Tragedi Mavi Marmara
19 korban tewas penembakan tentara Israel [1 orang Indonesia] 90 korban luka-luka
Semoga kalian tergolong syuhada yang syahid...amien...amien...amien
by Ganezh 31 Mei 2010

KAULAH BUNGA

Aku ingin memujamu bagai bunga mawar
Harum semerbak indah berkelopak
Yang selalu mengundang para kumbang-kumbang

Aku ingin memujamu bagai bunga melati
Putih suci mewangi perlambang negeri
Melambangkan kecantikan paras dan keanggunan hati

Aku ingin memujamu bagai bunga edelweis
Bunga abadi dari puncak tinggi dan suci
Yang selalu menggoda para pendaki untuk memiliki

Kaulah bunga dalam hati...
Suci, polos, anggun dan selalu berseri
Tak akan lekang dan terbuang akibat arus dekadensi
Kaulah bunga dalam hati...
Tetaplah mewangi dan lestari dalam sanubari...

[LKK/20/07/2012]

BELUM TINTA TERAKHIR

Satu lembar halaman kembali tersobekkan...
Padahal ini belum tinta terakhir
Langkah memang masih harus diayunkan
Embun di pegunungan belum juga mengering
Kabut pun masih juga meribut,
... dan aku pun menuju timur!

[LKK/20112012-Bandung]

JIKA AKU TERLAHIR DI PALESTINA

Seandainya aku terlahir di Palestina
aku juga akan sepertimu
Mungkin juga aku tak ada sampai hari ini
Karena sudah pasti dadaku ditembusi peluru Israel dari kemarin-kemarin

Seandainya aku terlahir di Palestina
aku juga akan sepertimu

Menjadi syuhada meski harus berdarah-darah atau meregang nyawa
Untuk membela tanah air, bangsa dan agama

Seandainya aku terlahir di Palestina
aku juga akan sepertimu
Bukan hanya bisa menulis atau memaki di berbagai sosial media
Lalu memohon maklum inilah daya yang ada
Turut berdoa untukmu Palestina...

[LKK/ganezh/bandung/20112012]

IBU PERTIWI

Ludah Kembara Kecil edisi 2006
Ibu...
Dari rahimmu kami lahir
Di bumimu kami tumbuh
Dulu kami berjuang hidup demi satu keinginan
Membunuhi para penjajah yang memperkosamu
Tak perduli jiwa melayang darah tersimbah

Ibu...
Kini kami telah beranjak besar
Berjuang hidup demi berjuta keinginan
Ingin merdeka, berkehendak dan berkuasa
Tak perduli darah dan air mata tersimbah
Di antara seteru para saudara

Ibu...
Kini kami semakin pintar
Ke negeri seberang pun tenar
Punya para ahli yang jago ngakali
Punya pakar hukum yang jago maklum
Punya profesor yang jago koruptor
Punya pejabat sepandai penjahat
Punya politikus bermental tikus
Punya pemimpin cakap yang pandai berucap
Punya insinyur yang ahli gusur
Punya sesepuh yang jago kisruh

Kini kami sudah bisa segalanya, Ibu...
Tapi... kenapa Ibu masih menangis bersedih?
Tapi kenapa Ibu kian merintih?
Kian terkulai?
Bukankah kami ini semakin pintar lagi pandai?

Dari Buku: Ludah Kembar Kecil Ganezh 2005-2006

BAHASA GAUL JADUL [Era 80-90an]

Ilustrasi Lupus by Wedha [Hai]
Gara-gara habis nonton film Catatan si Boy, jadi penasaran dengan bahasa gaul era 80-90. Tiap masa memang punya gaya sendiri, baik penampilan juga bahasa gaul, tulisan ini tentang bahasa gaul yang ngetop di era tahun 80-90, era Warkop DKI, Lupus (novel dan film/ Hilman. H) dan Catatan si Boy (sandiwara radio dan film), Balada si Roy (novel/ Gol A Gong), hingga era penyiar dan presenter Indra Safera (alm) dan Debby Sahertian. Beberapa istilah masih abadi hingga jaman sekarang. Bahasanya lebih gampang dicerna dan kreatif dibanding bahasa Alay dan Lebay. Sekedar bernostalgi atau menambahi wawasan generasi muda era sekarang, hehehe... :D Note ini belum lengkap silahkan lengkapi (kalo ada yang tahu) di box komen ya, biar nanti bisa di-update.

SONGKET EMAK



Gemulai bayu menampar lembut
Mengoyak lamunanku mengerjap
Terkadang kulimbung
Kala ombak menampar haluan 
Di sana…
Biru laut memantulkan jemari perak purnama 
Melantunkan kebesaran Sang Pencipta
Lentera kerlap-kerlip limbung
Nelayan merajut harapan, di antara jala dan ikan
Di sana kumerajut kenangan, di antara pulang dan kepergian
[Antara Merak & Bakauheuni, Ganezh, 2000]

Aku berdesak-desakan di antara ratusan, mungkin ribuan calon penumpang. Di pintu pelabuhan Merak, Banten. Wajar saja, karena saat itu tiga hari jelang Lebaran. Sebelumnya, aku, juga para penumpang sempat berjalan lebih kurang 2 km menuju pelabuhan. Sebab laju kendaraan macet tak bisa masuk ke pelabuhan. Bus-bus mandeg menjelang terminal Merak. Yah, aku terjebak di antara para pemudik. Arus mudik merupakan “eksodus” besar-besaran. Ritual tahunan “kaum desa” yang kerja di kota. Ini memang tradisi masyarakat negeri. Sudah jadi ritual wajib, setelah setahun mengais rejeki di perantauan.

Tuesday, January 21, 2014

MATA ITU MATA NENEKKU

Malam semakin larut. Sesekali terdengar suara jangkrik atau jeritan burung-burung malam dari kejauhan. Udara malam terasa semakin dingin membekukan. Membikin orang lebih suka berada di balik selimut tebal dari pada keluar rumah. Jemari cahaya rembulan menerobos di antara pucuk-pucuk pepohonan dan bunga-bunga taman sebuah bangunan besar. Sebuah villa besar dengan halaman serta taman yang cukup luas. Villa itu pasti milik seorang cukup kaya. Berdiri megah di daerah perbukitan kawasan Puncak, Jawa Barat. Di keremangan malam itu. Tampak sosok hitam melompati pagar villa, kemudian disusul oleh dua sosok lainnya. Dengan mengendap-endap ketiga sosok itu memasuki pekarangan bangunan villa. Mendekat, lalu berhenti di rimbunan taman bunga, tak jauh dari dinding bangunan. Sambil duduk jongkok ketiga sosok misterius itu, awas mengamati setiap sudut bangunan. Tak lama kemudian terdengar suara bisikan tak jelas dari mulut mereka. Sesekali sinar rembulan memantul berkilat dari benda-benda yang mereka bawa. Ada yang melengkung dan memanjang.

IJO BULUK

Bzzz… Bzzz… Seekor serangga terbang lincah lalu hinggap di sehelai daun bunga taman kota yang tampak kusam berdebu. Seekor lalat hijau yang gemuk. Lalat itu lalu menggesek-gesekkan kaki belakang serta kaki depan ke tubuhnya. Konon katanya, prilaku lalat yang seperti itu menandakan ia sedang membersihkan badannya. Istilah manusianya: sedang mandi. Ijo, demikian nama lalat gemuk itu biasa dipanggil ibunya. Sambil bersiul-siul ia terlihat semakin asyik melakukan aktivitas itu. Tubuhnya yang berwarna hijau itu makin mengkilat. Bzzzzz... Bzzzzz... Tiba-tiba keasyikkan Ijo terganggu oleh suara dengung kepak serangga lain yang terdengar bising. Sebuah titik hitam terbang melintas ke arahnya. Titik hitam itu makin jelas terlihat, ternyata seekor lalat juga. Anehnya, lalat itu terbang sempoyongan seperti hendak menabrak alias tidak normal menurut bangsa lalat. Makin lama sosok lalat lain itu makin jelas. Terlihat  perberbedaan yang mencolok bila dibandingkan dengan Ijo. Lalat yang terbang acak itu terlihat kurus dan kotor. Memang ada lalat yang bersih? Mata lalat itu terlihat kuyu dan loyo. Pemandangan miris itu mengusik Ijo untuk menyapanya.

MERAH PUTIH



Merah putih bukan cuma panji
Merah putih bukan hanya untuk dikibarkan
Merah putih bukan sekedar bendera
Merah putih adalah juang
Semerah darah tersimbah kala mengusir penjajah
Seputih jiwa saat menuju medan laga
Memerah semangat Memutih jiwa
Merah Putih adalah satu
Jangan terberai Jangan terpisah
Merah Putih harga diri bangsa
Merah Putih itu Indonesia
[ganezh/palembang/17-08-2009]

Kepada Bejo dan Semeru



Kau bukan orang yang terkenal. Kau hanyalah sosok ramah, yang sedikit pemalu, namun berani dan gagah ketika sudah memanggul ransel. Gunung-gunung Jawa wilayah timur rata-rata telah kau sambangi. Kabarnya kau adalah sosok terkuat setelah si Gombeng, salah satu sahabat sekampungmu di Tumpang, Malang. Kau adalah salah satu orang-orang terbaik yang pernah aku temui dalam setiap perjalananku.

“Wooi! Kacong Duo Kelinco!” pekikmu dari Tanjakan Cinta, Semeru, menggoda kami yang saat itu tengah ngemilin sebungkus besar kacang dua kelinci. Dia sengaja menggoda kami yang berasal dari Palembang, yang memang mayoritas menggunakan huruf “O” ketika bercakap dalam keseharian. Kami hanya tertawa sembari menjelaskan jika Kacang dan Kelinci tetap dilafalkan sama. Ah, sotoy selalu sekali kamu saat itu , Jo! Itu terjadi di tahun 2000, itulah pertama kali mengenal keramahanmu. Di antara “Kera-kera Ngalam” yang bernama Tri, Tuwek, Dayon, Gombeng, Wayin, dan beberapa orang lagi yang maaf saya lupa namanya. Mereka adalah jebolan sispala Ikapala SMAN 1 Tumpang, Malang.

Penulis Fiksi: DAYA IMAJINASI TAK BOLEH MATI



“Ide tanpa bumbu imajinasi adalah basi!”
“Pengarang itu harus lebih imajinatif, karena pembaca itu imajinatif!”
“Tukang khayal itu kreatif!” [Ganezh]

 Manusia memiliki dua belahan otak. Otak kiri dan otak kanan. Otak kiri lebih cenderung menyukai yang terstruktur dan urut. Otak kanan lebih menyukai yang acak dan tidak terurut. Bila dikaitkan dengan buku bisa dikatakan otak kiri menyukai teks dan otak kanan menyukai gambar. Diharapkan otak kiri dan otak kanan kita bisa kerja sama yang baik, agar bisa menciptakan daya imajinasi atau juga daya khayal yang bisa bermanfaat bagi kita.

BANDOT BANDIT

depositphotos
Aku baru saja membeli seekor kambing jantan dari seorang teman yang punya peternakan kambing. Katanya, kambing yang kubeli dengan ‘harga teman’ ini adalah bibit unggul pilihan. Banyak orang bertanya, kenapa aku membeli kambing jantan, dan bukan kambing betina yang bisa beranak pinak? Kujawab,"Aku bukannya mau jadi peternak seperti temanku itu, tapi ingin punya seekor kambing aduan yang tangguh, kuat dan jago di arena aduan." Mereka cuma nyengir mendengarnya.

Kambing kecil yang lucu itu kuberi nama Bandot. Bulunya hitam legam. Dengan bercak bulu putih yang menggelung di kaki kiri depan. Saat kuajak lapangan rumput di belakang rumah, Bandot tampak gembira. Berlari-lari, melompat-lompat, atau mengembik bebas. Si Bandot kurawat dengan sungguh-sungguh. Sengaja kubuatkan kandang yang bagus dan bersih. Kucarikan rumput dan kumandikan ke sungai. Sesekali kubelikan beberapa suplemen khusus kambing. Aku ingin ia cepat tumbuh besar, tangguh dan tak terkalahkan.

Quote Para Petualang

pic from toonpool.com

“Sudah semestinya para pendaki belajar memisahkan ‘bahaya’ dengan ‘tingkat kesulitan’ atau ‘kehati-hatian’ bisa jadi sukar dipisahkan dari ‘pengecut’ atau ‘banci’, dan kecelakaan konyol karena ‘nekat’ umumnya lebih dikaitkan pada intuisi yang kurang tajam.”
Gaston Rebuffat [Perancis].