Thursday, February 20, 2014

1st Indonesian Everest 1997 (Bag. 1)



Indonesian Everest Team 1997
Pada tanggal 26 April 1997, Indonesia menjadi negara di kawasan tropis pertama, sebagai negara pertama di Asia Tenggara, sebagai militer ke tiga di dunia (setelah Nepal dan India), menjadi tim pendaki pertama yang sukses pada musim pendakian ke Everest, 8.848 mdpl, musim 1997. Indonesia telah memotong tim Malaysia yang—punya ide jadi yang pertama sejak tahun 1986—sudah ’nongkrong’ beraklimatisasi di base camp Everest selama 6 bulan.
"Waktu itu kita mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Saya tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa." tegas Prabowo dalam buku Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan. Malaysia mengekori keberhasilan kita pada tanggal 23 Mei 1997, dan M. Magendran dan N. Mohanadas jadi orang Malaysia pertama di puncak Everest.

1st Indonesian Everest 1997 (Bag. 2)


Indonesian Everest Team 1997

Kekecewaan Boukreev
Saat evaluasi, ternyata Boukreev sempat kecewa dengan Apa yang menganjurkan Boukreev terus mendaki sampai puncak dan melihat keadaan. Boukreev menyanggupi, tapi ketika ia menanyakan tali, Apa menjawab, bahwa mereka tak mempunyai tali lagi. “Saya kecewa dengannya. Bagaimana mungkin di ketinggian ini, saya harus mencari tali bekas yang terkubur dibawah salju, untuk kemudian disambung-sambung lagi sebagai tali pengaman utk tim ini. Di sini salju sangat tebal, membuat bahaya yang tak terlihat bisa muncul di mana saja. Apa mengaku, dia menggunakan tali terakhir yang panjangnya 100 meter sebagai pengaman rute yang sebenarnya tak perlu diamankan. Saya tak bisa mengerti dengan tindakannya ini.” Ungkap Boukreev. Apa merasa bersalah, lalu menawarkan diri untuk turun dan mengambil tali. Yang jadi masalah selanjutnya adalah masalah waktu yang berjalan terus, mereka harus terus mendaki atau turun. Apa benar-benar merasa bersalah. Karena kelalaiannya, ekspedisi itu terancam gagal. Apa berusaha keras memperbaikinya. Ia pergi ke depan dan mengamankan rute dengan sisa tali terakhir panjangnya tak lebih dari 40 meter. Tali tua, bekas tali ekspedisi-ekspedisi terdahulu. Selama prose situ Boukreev dan tim beristirahat sejanak untuk memulihkan tenaga.

Sang Heroik: Anatoli Boukreev



Anatoli Boukreev
Anatoli Nikolaevich Boukreev [16 Januari 1958 - 25 Desember 1997] pendaki profesional Kazakhstan, Rusia. Pendaki yang telah melakukan pendakian tujuh puncak dari 14 puncak 8000-an tanpa bantuan tabung oksigen. Dengan catatan 18 kesuksesan mendaki puncak-puncak 8.000 sepanjang tahun 1989 hingga 1997. Mendapat reputasi sebagai pendaki elit internasional, untuk pendakian K2 tahun 1993 dan Everest lewat rute North Ridge, tapi semakin terkenal sejak melakukan tindakan penyelamatan secara heroik pada tragedi Everest 1996. Kenapa saya harus menulis tentang beliau? Ya, karena ia merupakan salah satu tokoh utama yang bisa menyukseskan ekpsedisi Indonesian Everest 1997. Baca selengkapnya di 1st Indonesian Everest 1997
Boukreev lahir di Korkino, Uni Soviet. Ia berasal dari Narod, terlahir dari keluarga biasa dari orang tua yang cukup miskin. setelah menamatkan sekolahnya tahun 1975, ia kuliah ke Univ. Chelyabinks, mengambil jurusan keguruan/pendidik ilmu fisika dan meraih gelar sarjanannya tahun 1979. Pada tahun yang sama ia juga menamatkan pelatihan program ski cross-country.

Saturday, February 15, 2014

Demam Gondrong


“Waktu tak akan bisa kita paksakan kehadirannya
Karena ia datang sendiri. Jadi hanya bisa dinanti, 
dijalani, dilewati, atau dikenangi.” [Ganezh/1999]

Tahun ini rambut gondrong lagi nge-trend. Hampir di semua tempat ditemui pemuda berambut gondrong yang lagi asik nongkrong. Ada yang lurus kayak sih Bucek Deep, kayak AXL nya GNR, atau tokoh yang identik dengan gondrong, meski lagi botak, yakni Gugun Gondrong :P Ternyata demam itu juga menjalari Ganes and the gank. Saat ini ia masih “gotang” alias gondrong tanggung. Maklum masih anak sekolahan. Tapi saat liburan panjang nanti ia berniat menggondrongkan rambutnya. Hingga menjelang masuk sekolah.

Ramadhan


Bulan puasa adalah bulan emasnya umat Islam. Merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan dari Allah SWT. Di bulan itu pula umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh. Menjauhi segala perbuatan dosa. Menahan segala hawa nafsu. Pada umumnya orang yang berpuasa itu mulutnya berbau kurang enak. Misalnya temen Ganes yang bernama Abon. Sedang tidak berpuasa aja dia bau, apalagi kalo dia berpuasa. Hiy! Nggak bisa dibayangin. Tapi doi selalu berpegang teguh pada nasehat-nasehat Wak Haji Dulah. Beliau selalu mengatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa akan lebih harum semerbaknya minyak kasturi nantinya. Amin aja, deh! Kalo si Adut lain lagi. Doi lebih seneng puasa kecil. Itu lho, puasa yang waktu berbukanya pas tengah hari. Hehehe.

Blue Twister



 
static5.depositphotos.com
Malam minggu dari pada manyun, nggak ada yang diapelin, Ganes berkunjung ke rumah Onal, teman lamanya yang anak otomotif SMK 70 itu. Onal yang cukup ahli soal mesin, apa lagi mesin motor. Entah sudah berapa kali motor bebeknya di-tune up olehnya. Dia jago kebut-kebutan di jalan. Dia juga menjadi pimpinan Twister. Kelompok racer amatiran di kota Palembang. Ganes memasuki gerbang rumah Onal. Terlihat Onal sudah bersiap-siap hendak pergi. Ketika melihat tampang Ganes yang cengar-cengir , dia sempat terkejut. Senyumnya mengembang. Dia urung men-starter motornya.
“Wah! Angin apa yang membawa Orang Gunung mampir ke sini!” sapanya ramah.
“Sompret! Apa kabar Muka Cyborg!” jawab Ganes cepat sambil tertawa. Onal turun dari motor kesayangannya itu. Mereka berjabat tangan akrab. Kemudian duduk di beranda sambil bercerita ngalor-ngidul. Karena sudah cukup lama tidak bertemu.

Bis


Siang itu, Kota Palembang terasa lebih panas dari biasanya. Matahari melotot garang dengan teriknya. Tampak Ganes berdiri gelisah di halte bis di ruas Jalan Basuki Rahmat. Mulutnya sudah ngedumel sendiri. Merasa kesal belum juga dapat tumpangan. Kendaraan yang lewat selalu beda jurusan atau sudah sarat penumpang. Tampak doyong kelebihan muatan. Para sopir dan kondektur bis kota memang tak pernah jera, meski sering terjadi kecelakaan akibat kelebihan muatan. Merasa tak perduli dengan kondisi bis yang oleng ke kiri. Pikirannya hanya dapat memburu setoran sebanyak-banyaknya. Anehnya, masih ada saja penumpang yang mau naik. Meski harus berdiri, berdesakan atau bergelantungan, sampai ke kedua pintunya. Tak memikirkan keselamatan mereka sendiri. Merasa penting cepat sampai ke tujuan. Padahal jika terjadi kecelakaan, akan lebih cepat sampai ke rumah sakit atau malah akhirat! 

Thursday, February 13, 2014

Hantu Itu Bernama Hipotermia



static.pulsk.com
"Alam tak akan bisa dilawan, kecuali dipelajari, disiasati, ditanggulangi, barulah diakrabi!" [Ganezh/2012]

Banyak penyakit yang akan mengancam seseorang ketika berada di ketinggian, tipisnya lapisan udara, cuaca dingin atau panas yang berlebihan. Penyakit-penyakit ketinggian ini relatif bisa diprediksi dan diperhitungkan sebelumnya. Seseorang yang sempat berlatih fisik dan berolah raga relatif lebih mudah menghadapinya ketimbang yang tak punya persiapan sama sekali. Salah satu penyakit yang jadi hantu paling menakutkan para pendaki tropis atau mungkin juga pendaki gunung salju adalah hipotermia. Penyakit ini muncul akibat tidak tertanggulanginya dengan baik gejala atau penyakit akibat hipoksia. Baca: Hipoksia: Sang Induk Penyakit Ketinggian

Karena akhir-akhir ini banyak beberapa pendaki kita yang gugur akibat hipotermia, maka saya merasa perlu untuk mencoba kembali menulisnya. Minimal akan me-refresh ingatan kita tentang bahaya pendakian tanpa persiapan fisik, mental, pengetahuan dan peralatan yang standar. Penyakit ini adalah penyakit ketinggian berkelas acute mountain sickness (AMS) yang mengakibatkan hilangnya atau menurunnya suhu tubuh dari batas normal yang bisa menyebabkan kematian.

Hipoksia: Sang Induk Penyakit Ketinggian

istockphoto.com
"Setiap pendaki yang baik pasti sudah tahu sebatas mana kemampuannya. Sudah paham, kapan saatnya untuk maju, berhenti, atau untuk mundur." [Ganezh/2012]

Karena akhir-akhir ini banyak beberapa pendaki kita yang gugur akibat penyakit ketinggian. Meski ini bukan tulisan orang pertama perihal penyakit ketinggian, namun saya merasa perlu untuk mencoba menulisnya kembali. Minimal akan me-refresh ingatan kita tentang bahaya pendakian tanpa persiapan fisik, mental, pengetahuan dan peralatan yang standar. Induk dari semua penyakit ketinggian itu adalah Hipoksia [hypoxia].

Tuesday, February 11, 2014

Survival [Bagian 1]



Liburan habis caturwulan pertama datang lagi. Banyak para pelajar yang sudah punya rencana buat mengisi liburannya. Pergi bersama keluarga atau bersama gank sekolahnya. Liburan memang obat penenang bagi orang-orang yang selalu dipenuhi aktivitas harian. Tak terkecuali bagi para pelajar. Di mana mereka diembat pelajaran saban hari. Anak-anak sispala Wanacala SMUN 2000 juga sudah sibuk menjalankan rencana pendakian bersama ke Gunung Rinjani, 3.726 mdpl, di Lombok, NTB. Tapi liburan kali ini benar-benar tak asyik bagi Ganes. Karena ia tak bisa bergabung dengan pendakian Rinjani. Karena harus mengantar sekaligus menemani Anis liburan ke Bandung, ke rumah Om Handri.

Survival [Bagian 2]



“Gimana, Dang? Sekarang udah jam dua belas!” tanya Luki makin cemas. Idang meraih HT dari tangan Luki. Ia menghubungi OSC Badak. Dengan sangat terpaksa ia menceritakan kejadian tim mereka pada Kang Jack. Benar saja, Badak jadi geger karena berita itu. Bahkan mungkin mulai tersiar ke seluruh Tim SAR. Terkesan unik dan konyol jika ada tim SAR tiba-tiba berubah menjadi survivor dan masuk daftar pencarian orang. Untung Kang Jack bisa mengerti dan paham. Ia melarang SRU 7 untuk bergerak. Karena akan dikirimkan tim bantuan ke posisi mereka. Mereka disuruh menunggu sambil terus menyelidiki ke mana arah Ganes menghilang.

Survival [Bagian 3]



Api! Gue mesti bikin api SOS secepatnya! Siapa tahu helikopter itu akan melihatnya. Dia juga membakar topi serta ranting-ranting kering, lalu meniupnya dengan tergesa-gesa. Nah, apinya mulai gede! Ia juga memasukkan ranting-ranting pohon yang cukup besar. Api makin berkobar, suhu di situ jadi lebih hangat. Terkahir ia  memasukkan dedaunan basah ke dalam kobaran api. Seketika muncul asap putih kekuningan yang tebal, bergumpal dan bergulung-gulung. Ganes menjerit lantang. Setangah hiteris, juga panik. Idaaang!Toloooong! Suara jeritannya dipantulkan oleh bukit dan lembah Gunung Gede.[]

Friday, February 7, 2014

Mahitala: Indonesian Seven Summiters




Tim Mahitala Unpar pict: sekolahkampus.com
Usaha-usaha penuntasan Seven Summit dari para pendaki Indonesia sudah dan terus diperjuangkan sejak dulu sampai sekarang. Baik dari berbagai kelompok mau pun individu. Namun yang sudah tercatat sukses adalah kelompok Mahitala, UNPAR, Bandung. Tergabung dalam ISSEMU (Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Universitas Katolik Parahyangan). Mereka adalah Sofyan Arief Fesa, Xaverius Frans, Broery Andrew Sihombing, dan Janatan Ginting. 

Sejarah: Seven Summits




Karl Blodig
wikipedia.qwika.com

Kala itu, selagi para pendaki terbius dengan kebesaran Asia, Eropa dan Amerika, tersiarlah nama Karl Blodig, pendaki Austria yang telah mendaki semua puncak 4.000-an meter di pegunungan Alpen. Dituntaskannya pada tahun 1900. Kisah pendakiannya itu, ia bukukan di buku Die Viertausender der Alpen (The Four-Thousanders of the Alps), terbit pertama kali tahun 1923. Prestasi Blodig ini membuat para pendaki gunung berpikir keras untuk mulai mencari-cari ”sesuatu” yang baru dalam pendakian. Prestasi Blodig itu pulalah yang menjadi sumber inspirasi ide Seven Summit yakni niat untuk ‘mengantungi’ puncak-puncak tertinggi dari tujuh benua.

Thursday, February 6, 2014

“Nes... Pulaaang!!”


“Jangan memaki kelabilan…
Karena kita semua pernah menjalaninya!
Tapi makilah kelebayan…
Karena kita memang tak harus menjalaninya!”
[Ganezh/Feb’2014]



Suara cekikikan terdengar dari ruang tengah. Rupanya Anis dengan beberapa teman-temannya sudah sampai di rumah. Terdengar cukup ramai. Padahal mereka cuma berempat, termasuk Anis. Tak dapat dibayangkan kalau mereka berkumpul satu kelas. Bisa kalah riuh rendahnya pasar pagi. Ganes yang lagi asyik tidur-tidur ayam terlonjak kaget. Gila, para Nenek Sihir datang ke sini. Bisa hancur ketenangan rumah ini! Rutuknya terasa terganggu. Dia berusaha cuek, namun keramaian Anis dan teman-temannya makin menjadi-jadi. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Kalau cuma berdiskusi tentang pelajaran kok, ramainya mirip perdebatan di pasar loak. Akhirnya Ganes keluar dari kamar.

Ziarah [Bagian 1]



"Sederet waktu berlalu...
Berlembar kisah ’tlah terjalin
Berhadap kendala yang meng hadang, tak peduli, 
demi memenuhi serangkum kata, yang ‘tlah tersusun rapi menjadi sebuah, janji." 
[ganezh/10 Sept’1994]  
Note: Sebelum membaca cerita ini sebaiknya baca cerita Setangkai Edelweiss Lawu lebih dulu. 

Dua jam lagi sekolah bubaran. Kelas Ganes tampak gaduh karena Pak Hombing, guru matematika belum masuk ke kelas. Ganes mendatangi bangku Togar, stengah berbisik ia menanyakan sesuatu.
“Gar, Jumat entar kita libur, ya?” Togar yang lagi asyik ngupil mengangguk.
“Iya. Kalo tanggal merah, pasti kau hapal, ya” Togar meringis mengejeknya. Ganes cuma nyengir kuda.

Ziarah [Bagian 2]

     Hari Selasa pagi Katrin tidak mood ke sekolah. Usai muter-muter tak jelas ia membeli bunga, dia melarikan Civic merahnya ke TPU Kamboja. Dia berniat menziarahi makam abangnya yang meninggal sebulan yang lalu akibat kecelakan. Suasana pekuburan tampak sepi. Bukan karena masih cukup pagi. Tapi namanya juga kuburan :P Kalau ramai itu pasar. Selesai menabur bunga dan berdoa, Katerin beranjak untuk pulang. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Eh! Itu kayaknya? Tapi bukankah dia lagi pegi? Apa cuma khayalan gue aja? Gumam Katrin terkejut sambil menatap tubuh seseorang yang berdiri mematung  membelakanginya.

Wednesday, February 5, 2014

Yang Hilang


pict:albertjoko
 Mungkin...
 Lidahku adalah perih
 Hatiku adalah batu
 Nyata kau rasa
 Namun…
 Jauh dalam sanubari
 Batin ini
 Rindu tak terhingga
 Sayang tak terkira
 Adalah sungguh milikmu
 [Milikmu, Bintan, Ganezh, Juni 2003] 

“Amit-amit, deh!” Pekik Dimie kesal. Sambil meremas kertas warna pink yang tak berdosa itu. Entah sudah berapa kali ia bersikap seperti itu. Riska, sahabatnya cuma bisa menggelengkan kepala melihatnya.
“Jangan gitu dong, Mie. Nggak baik membenci orang yang suka sama lo.”

Petualangan Ganes



SECANGKIR KOPI:
Novel ini berisi kumpulan cerpen tentang perjalanan Ganes, remaja SMA yang gemar berpetualang. Di sekolahnya, SMU 2000, ia bergabung ekskul sispalanya, Wanacala. Ia dijuluki teman-temannya si Gokil. Karena suka seenaknya dan rada sableng :P Seluruh kisah dalam novel teenlit era jadul ini di tahun 90-an. Para remajanya belum punya handphone, apa lagi gadget canggih. Paling banter telepon rumah, kartu telepon, atau pager. Cerita klasik sederhana ini juga mencoba mengusung pesan moral lewat pengalaman-pengalaman yang dilewati sang tokoh. Sang Tokoh mencoba menangkap esensi positif dari tiap kisah perjalanannya. Kisah petualangan yang tak melulu menjelajahi  gunung dan hutan, namun juga belantara ibu kota. Beberapa kisah saya share di blog ini. Semoga masih bisa menikmati ceritanya, semoga bisa menghibur, atau sekedar bernostalgia sebagai pendaki klasik era 90-an :)

One Day

 “Jangan biarkan asamu pecah oleh kerasnya kehidupan, 
tapi biarkan kerasnya kehidupan mengajarkan ketabahan, 
kesabaran, dan menegarkan asamu yang berkilau!” 
[Ganezh/Mei 1998]

Remaja itu berlari ke emper pertokoan di kawasan Jalan Sudirman. Menghindari rintik hujan yang menderas. Memang saat ini cuaca tak menentu. Padahal dua jam yang lalu matahari terik menyengat. Lalu tiba-tiba mendung, hujan gerimis dan sekarang pun deras. Para pejalan kaki lari kalang kabut. Mencari perlindungan ke emper-emper pertokoan. Hanya ada beberapa pejalan kaki yang tetap nekat meneruskan perjalanan. Remaja itu tak lain si Ganes. Berdesakakan di antara para peneduh jalan. Terjebak di kawasan Pasar Baru. Ganes baru beli celana jean dan kaos di Mier Market, dan sekarang berniat ke International Plaza. Ia ingin membeli kaset Kitaro. Koleksi band instrumental asal Jepang itu memang makin memenuhi raknya.

Monday, February 3, 2014

Setangkai Edelweiss Lawu [Bagian 1]



"... Janganlah berdusta, 
tanyalah edelweiss yang tahu tentang kemunafikan!"  
[Ganezh/Nop,1992]

Pada jam istirahat, kantin sekolah sudah ramai dipenuhi siswa-siswi yang pada kehausan plus kelaperan. Tampak dua siswa lagi asyik mengobrol. Tak merasa terganggun keadaan hiruk pikuknya anak-anak, berteriak memesan makanan dan minuman pada Bu Kantin. Sesekali  mereka asyik menggoda adik-adik kelas yang lagi jajan. Dua orang itu adalah dua sahabat Ganes dan Togar. Siswa kelas dua SMU 2000.
            “Aku tadi pagi putar-putar cariin kau, tak taunya kau ...”
        “Sstt... Gar, kalo ngomong pelan dikit kenapa sih, gue kan belon budek!” potong Ganes cepat. Mukanya cemberut cucut. Togar nyengir tanpa dosa.
            “Iyalah, sorry. Itu kan memang logatku. Oh ya, kau sudah ketemu si Ojiq?”
            “Belon. Nggak tau kemana si Pesek itu. Eh, mau es, Gar?”

Setangkai Edelweiss Lawu [Bagian 2]

Akhirnya setelah melewati perjalanan yang cukup berat dan melelahkan. Mereka sampai di puncak gunung Lawu. Begitu agung ciptaan-Mu, Tuhan! Terdengar decak kekaguman dari mulut-mulut mereka. Adhie mengumandangkan adzan. Pertanda mereka telah sampai di puncak  dengan selamat. Tebaran edelweis Lawu di ujung sana membentuk permadani alam yang menakjubkan. Setelah mendapatkan tempat yang strategis. Mereka mulai terlihat sibuk. Mendirikan tenda dan segala sesuatunya. Menjelang sore, mereka duduk bersantai sambil menunggu sunset gunung Lawu. Betapa indah sunset yang memendarkan warna merah jingga keemasan itu. Tak lupa mereka mengabadikannya. Ganes sepertinya kurang tertarik. Pandangannya hanya tertuju pada tebaran edelweiss-edelweiss itu. Ah, edelwieiss Lawu.

Artefak Notuta

Covernya hasil tempel-tempel

"Keterbatasan alat bukanlah hambatan, dan istilah tak berbakat akan sirna, jika kita memang punya niat, ide & semangat kesungguhan untuk mewujudkannya!" [Ganezh/2011]

Saat sekarang, salah seorang temanku menyebut karyaku ini sebagai "artefak" yang harus "dilestarikan" [biar terlihat keren kunamai Artefak Notuta = Novel Tulis Tangan, hihihii] karena semua isi buku ini semuanya ditulis/dibikinkan ilustrasi dengan tulis TANGAN, bukan disengaja atau pengen gaya, tapi [dulu] memang karena keterbatasan sarana ketik. 
Tahun 1994, laksana "dark age" bagiku, sementara otakku luber dengan keinginan menulis. Dari pada semua menguap hilang, jadi kutulis dalam sebuah buku yang biasa dipakai oleh tukang kredit atau koperasi. Jadilah Notuta "Adventure of Ganes" kumpulan cerpen yang jadi cikal bakal novel perdanaku "Petualangan Ganes di Rimba Ganas" [sebenernya kurang suka ama judul itu! Tapi dulu cuma bisa manut ama penerbitnya]. Nama penaku dulu "Didiek-OK" Wkwkwkw :D Waktu nulis naskah Jejak Sang Beruang Gunung Norman Edwin aku ganti nama penaku jadi Ganezh. Ide penggunaan nama "Ganezh" saat melihat sebuah peta Himalaya, ada puncak gunung yang bernama "Ganezh" selain memang mendekati nama tokoh utama novel pertamaku, meski sebenarnya beda, antara nama tokoh dan gunung.

Ganezh's Quotes


Ludah Kembara Kecil
[semua diambil dari buku ini]

"Pendaki mana pun, selalu berada di antara nuansa cerah dan badai, 
berhasil dan gagal, selamat dan maut,
jiwalah yang dipertaruhkan."
[Ganezh/2002]

Sherpa: Manusia Negeri Atap Dunia.

300px-Sherpa Wikipedia.jpg
Dalam kultur masyarakat, terkadang kita memiliki nama yang sama, bahkan cukup banyak, tapi suku sherpa memiliki kesamaan terbanyak. Karena umumnya suku sherpa menamai anaknya sesuai dengan hari di saat mereka dilahirkan. Jika kamu seorang anak berasal dari suku sherpa dan lahir di Minggu, maka nama sherpa-mu adalah Nima, Senin adalah Dawa, Selasa adalah Mingma, Rabu adalah Lhakpa, Kamis adalah Phurba, Jumat adalah Pasang dan Sabtu adalah Pemba.

Masyarakat sherpa, berarti orang timur, dari kata Shar itu Timur dan Pa, adalah orang. Mereka adalah salah satu suku terbanyak dari negara multi etnis Nepal. Sebagian besar hidup di Solu Khumbu, utara timur Nepal, sebelah barat daya Gunung Everest.  Sebagian lagi hidup di barat, Lembah Rolwaling, dan wilayah Helambu Utara, Kathmandu. Tengboche adalah desa sherpa tertua di Nepal.